Jakarta – Peneliti dari MIT Media Lab, Wellesley College, dan Massachusetts College of Art and Design menilai pengguna large language model (LLM) seperti ChatGPT memiliki kinerja buruk pada tingkat syaraf, linguistik, dan perilaku.
Langkah ini diketahuinya dari studi selama empat bulan bertajuk ‘Your Brain on ChatGPT’ yang diterbitkan pada 10 Juni 2025.
Studinya memang belum melewati peer review, tapi penulis utama Nataliya Kosmyna merasa riset ini perlu segera diterbitkan lantaran implementasi AI yang sangat cepat seperti sektor pendidikan.
“Yang benar-benar memotivasi saya untuk merilisnya sekarang sebelum menunggu peer review secara menyeluruh adalah karena saya takut dalam enam hingga delapan bulan akan ada pembuat kebijakan yang memutuskan, ‘mari kita buat GPT taman kanak-kanak.’ Menurut saya itu akan sangat buruk dan merugikan,” kata Nataliya Kosmyna.
Pernyataan ini menyinggung perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada April lalu guna mempromosikan literasi dan kemahiran AI pada siswa taman kanak-kanak sampai SMA.
Studi ini membagi 54 partisipan ke dalam tiga kelompok yang ditugaskan untuk menulis esai untuk SAT, tes seleksi masuk universitas di AS, selama tiga sesi.
Kelompok pertama menulis dibantu ChatGPT, kelompok kedua mengandalkan Google Search, dan kelompok ketiga tidak dibantu teknologi sama sekali.
Dalam sesi keempat, kelompok pertama diminta untuk menulis esai tanpa bantuan ChatGPT dan kelompok ketiga diizinkan menggunakan ChatGPT.
Peneliti mengukur aktivitas otak partisipan saat mereka menulis esai menggunakan electroencephalography (EEG), menganalisis esai menggunakan Natural Language Processing (NLP), dan menilai esai menggunakan AI dan pemeriksa manusia.
Berdasarkan studi ini, peneliti menemukan penurunan tajam dalam ‘konektivitas pita alfa’ di kelompok pertama yang menulis menggunakan ChatGPT dibandingkan kelompok ketiga yang tidak menggunakan bantuan. Konektivitas ini mengukur kemampuan kognitif otak seperti memori dan pemrosesan bahasa.
Hal ini jelas terlihat ketika partisipan dari kelompok pertama diminta mengutip esai yang mereka tulis, dan 83% partisipan kesulitan mengutip esai yang mereka tulis di sesi pertama.
Di sesi ketiga, peneliti menemukan sebagian besar esai dari kelompok pertama disalin langsung dari ChatGPT dan hanya sedikit diedit.
Di sesi keempat, di mana kelompok yang sebelumnya menggunakan ChatGPT harus menulis esai tanpa bantuan AI, mereka terus kesulitan mengutip apa yang mereka tulis.
“Kemampuan mengingat yang buruk dan kutipan yang salah dari kelompok LLM mungkin jadi indikator bahwa esai mereka sebelumnya tidak terintegrasi secara internal, mungkin karena pemrosesan kognitif yang dilimpahkan ke LLM,” tulis studi tersebut. (adm)
Sumber: detik.com